Jumat, 28 September 2018

PEMBENIHAN IKAN PEPUYU


PENDAHULUAN
      Ikan Papuyu merupakan ikan lokal air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan digemari oleh masyarakat Kalimantan terutama masyarakat Kalimantan Selatan.  Untuk itu diperlukan usaha pembenihan guna menjaga kontinuitas suplai benih ikan papuyu yang berkualitas.
Usaha pembenihan bertujuan untuk menghasilkan benih yang banyak dan berkualitas, sehingga tidak tergantung pada ketersedian di alam yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi bududaya ikan dan meningkatkan pendapatan pelaku utama perikanan serta dapat meletarikan plasma nuftah khususnya ikan papuyu.
Sisternatika ikan papuyu menurut Hasanudin Saanin (1984), adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi
Phylum             : Chordata
Sub phylumm    : Vertebrata
Kelas                : Pisces
Sub kelas          : Teleostei
Ordo                 : Labyrinthici
Family              : Anabantidae
Genus               : Anabas
Spesies            : Anabas testudeneus Bloch
Beberapa nama daerah ikan papuyu yaitu betik (Jawa dan Sunda), puyu (Malaya), puyo‑puyo (Bintan), Geteh‑geteh (Manado) dan Kusang (Danau Matanua).
2.  Morfologi
Secara morfologis bentuk tubuh ikan papuyu agak lonjong dan menjadi pipih kebagian belakang, ukuran kepala lebih besar dari badan dan mulutnya tidak dapat disembulkan sebagaimana ikan mas. Semua bagian badan dan kepala bersisik kasar dan besar‑besar dengan warna agak kehijauan. Sirip ekor bentuknya bulat, jari‑jari keras dan sirip perut serta kelopak insang dapat digerakkan dan dapat digunakan untuk bergerak (berjalan) dipermukaan tanah. Beratnya di alam dapat mencapai 250 gram per ekor.
Ikan papuyu banyak ditemui di perairan umum seperti danau, sungai, rawa dan genangan air tawar lainnya. Daerah penyebarannya meliputi Kalimantan, Sumatera, lawa, Sulawesi dan Papua. Dialamnya ikan papuyu tumbuh normal pada kisaran kualitas air untuk suhu 240C ‑340C dan derajat keasaman (pH) 4 ‑ 8. Ikan papuyu tahan terhadap kekeringan dan kadar oksigen yang rendah. Biasanya tahan hidup selama 1 minggu tanpa air dan tinggal dalam lumpur selama 1 ‑ 2 bulan.
3.  Pematangan Gonad
Induk ikan papuyu yang sudah dewasa bisa dipelihara dalam kolam semi permanen, maupun bak fiber/semen dengan ke dalaman air antara 50 ‑ 80 cm. Dinding pematang diusahakan tidak terlalu miring dan tinggi permukaan air kolam dengan pematang tidak kurang dari 50 cm. Hal ini untuk menghindari ikan papuyu keluar kolam dengan cara memanjat dinding pematang.



Ikan papuyu yang dijadikan induk minimal mempunyai berat 90 gram untuk betina dan 30 gram untuk jantan, tubuh segar, tidak cacat serta gerakannya lincah. Umur induk yang baik minimal 10 bulan. Selama masa pematangan gonad diberi pakan pelet sebanyak 5 % perhari dengan frekuensi pemberian 2 kali pada pagi dan sore hari.



4.  Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan dengan cara mengeringkan kolam pemeliharaan induk, kemudian dilakukan penangkapan induk secara hati‑hati menggunakan serok agar tidak terluka.
Induk yang tertangkap dikumpulkan dan ditampung dalam baskom untuk diadakan seleksi. Apabila di dapatkan induk yang matang gonad, segera dipisahkan dalam wadah khusus berupa bak semen atau fiber untuk diberok selama 1 hari. Adapun ciri‑ciri induk papuyu yang matang gonad :
Betina :
·       Tubuh gemuk dan lebar
·       Warna agak gelap bila dibandingkan dengan jantan
·       Alat kelamin / urogenitainya berwama kemerah‑merahan
·       Bila bagian perut diurut akan keluar telur.


Jantan :
·       Tubuh ramping dan panjang
·       Warna lebih cerah bila dibandingkan dengan betina.
·       Bila bagian perut diurut akan keluar sperma berwarna putih susu.
·       Perut bagian bawah rata



Ikan papuyu memijah sepanjang musim penghujan dengan frekunsi 2 ‑ 3 kali memijah dengan jumlah telur (fekunditas) antara 5.000 ‑ 15.000 butir.
Pemijahan dilakukan dengan cara induced breeding (kawin suntik) menggunakan horman ovaprim sebagai perangsang ovulasi. Dosis hormon 0,5 ml/kg induk dengan perbandingan induk jantan dan betina dalam ukuran berat yaitu   1 : 1. Pemijahan dapat dilakukan di akuarium,
baskom plastik atau bak fiber/semen.



Penyuntikan dilakukan secara intramuscular pada bagian punggung. Induk betina dilakukan 2 kali penyuntikan dan induk jantan hanya 1 kali penyuntikan. Interval waktu penyuntikan I dan penyuntikan II adalah 6 jam.
Penyuntikan induk jantan bersamaan waktunya dengan penyuntikan II pada induk betina. Setelah dilakukan penyuntikan, kedua induk di tempatkan dalam satu wadah sampai terjadi ovulasi dan pemijahan secara alami.



Setelah terjadi proses pemijahan segera pindahkan kedua induk ke tempat lain agar tidak mengganggu proses penetasan telur dan pemeliharaan larva. Waktu ovulasi antara 5 ‑ 10 jam setelah penyuntikan II induk betina, dalam waktu 20 ‑ 24 jam telur akan menetas pada suhu 260C ‑ 290 C.
5.  Pemeliharaan Larva
Pada kondisi normal prosentasi telur yang dibuahi biasanya mencapai 95% dengan daya tetas juga 95%. Larva yang baru menetas tidak perlu diberi makanan tambahan sebab masih mempunyai ca­kang
dangan makanan dari kantong kuning telur (yolk egg) sampai larva berumur 4 hari.
Pada hari ke 5 larva sudah bisa dipelihara dikolam pendederan dan diberi makanan tambahan berupa suspensi kuning telur. Pendederan larva dilakukan di kolam semi permanen dimana sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan. Selain dilakukan penjemuran kolam dilakukan pengapuran dengan dosis 250 gr‑am/m2 dan di pupuk dengan pupuk kandang dengan dosis 500 gram/m2. Setelah itu kolam diisi air dan dibiarkan selama 3 hari untuk menumbuhkan pakan alami. Pendederan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali, pendederan I dilakukan selama 45 hari dengan padat tebar 50 ekor/m2. Selama pendederan I benih ikan papuyu diberi pakan tambahan berupa pelet ukuran kecell (powder) sebanyak 10 ‑ 20% dari bobot biomassa perhari dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari. Selama 45 hari pemeliharaan, benih akan mencapai ukuran 1 ‑ 3 cm dan bisa dillanjutkan untuk pendederan II. Masa pemeliharaan pada pendederan II antara 3 ‑ 4 bulan hingga mencapai ukuran 7 ‑ 10 cm. Selama pendederan II diberi makan pelet sebanyak 5% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Setelah pendederan II ini selanjutnya benih tersebut bisa dipersiapkan sebagai calon induk atau untuk usaha pembesaran.

Sumber :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar