Pengertian Pengangkutan (Distribusi)
Hasil Perikanan
Pengangkutan
atau distribusi hasil perikanan adalah rangkaian kegiatan penyaluran hasil
perikanan dari suatu tempat ke tempat lain sejak produksi, pengolahan sampai
pemasaran. Hal yang paling prinsip dalam proses distribusi hasil perikanan
adalah mempertahankan kondisi alat/wadah/sarana yang digunakan dalam proses
distribusi agar produk yang didistribusikan sampai ke tempat tujuan dengan
tetap mempertahankan mutu/kualitasnya. Oleh karena itu, distributor/penyalur
hasil perikanan harus memahami persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses
distribusi hasil perikanan.
Pengangkutan ikan dalam keadaan
hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha perikanan. Harga jual ikan
selalu ditentukan oleh kesegarannya, oleh karena itu kegagalan dalam
pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya pengangkutan ikan
hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama dalam pengangkutan
sampai ke tempat tujuan, pengangkutan dalam jarak dekat tidak memerlukan
perlakuan yang khusus, akan tetapi pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam
waktu yang lama diperlukan perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan
hidup ikan.
Pengangkutan dalam bentuk ikan
hidup. Biasanya ikan-ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup adalah ikan-ikan
dari hasil budidaya atau ikan karang
yang mempunyai nilai jual cukup tinggi. Pada dasarnya, ada dua metode
transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem
basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
1. Pengangkutan
Sistem Basah
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media
pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Sistem
Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup
tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen
selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu
pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini
tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran,
serta jenis spesies ikan.
b) Sistem
Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai
oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama
pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang
tertutup. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan
adalah kualitas ikan (harus sehat dan baik), oksigen, suhu (15 – 20oC untuk
ikan didaerah tropis), pH (7 – 8), CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan
(perbandingan antara volume ikan dengan volume air adalah 1:3 sampai 1:2).
Beberapa permasalahan
dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan
banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada
saat diangkutisi perut masih ada,sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran
yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot
air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala
tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut. Oleh karena itu,
untuk menghindari terjadinya metabolisme yang sangat tinggi pada saat
pengangkutan, maka sebaiknya ikan diberok terlebih dahulu minimal 1 hari
sebelum ikan diangkut dengan cara dipuasakan.
2. Pengangkutan
Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering,
media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan
dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen
juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, makin rendah pula aktivitas dan
konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar
habitatnya makin besar.
Penggunaan transportasi sistem
kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya
cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat
dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau
anestetik, dan arus listrik.
Pada kemasan tanpa
air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada
dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang
dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara
anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih
mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Kondisi pingsan merupakan kondisi
tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya
kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari
rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf
kurang berfungsi.
Cara pemingsanan ikan akan berbeda
untuk setiap jenis ikan. Namun demikian, secara umum Pemingsanan ikan dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan
menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
a. Pemingsanan
dengan menggunakan suhu rendah
Ini dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) penurunan suhu secara
langsung, dimana ikan langsung dimasukkan dalam air yang bersuhu 10o –
15oC , sehingga ikan pingsan; dan (b) penurunan suhu secara
bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai
ikan pingsan.
b. Pemingsanan ikan
dengan bahan anestasi (bahan
pembius)
Beberapa bahan anestasi yang dapat digunakan dalam pembiusan
ikan antara lain:
NO
|
BAHAN
|
DOSIS
|
1
|
MS-222
|
0.05 mg / l
|
2
|
Novacaine
|
50 mg / kg
berat ikan
|
3
|
Barbitas sodium
|
50 mg / kg
berat ikan
|
4
|
Ammobarbital
sodium
|
85 mg / kg
berat ikan
|
5
|
Methyl
paraphynol (dormisol)
|
30 mg / l
|
6
|
Tertiary amyl
alcohol
|
30 mg / l
|
7
|
Choral hydrate
|
3-3.5 g lt
|
8
|
Urethane
|
100 mg / l
|
9
|
Hydroksi
quinaldine
|
1 mg / l
|
10
|
Thiouracil
|
10 mg / l
|
11
|
Quinaldine
|
0.025 mg / l
|
12
|
2-Thenoxy
ethanol
|
30 – 40 ml /
100 lt
|
13
|
Sodium ammital
|
52 – 172 mg / l
|
Pembiusan ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga
kriteria, yaitu : (1) Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam
waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani, (2)
Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang
dari 10 menit, dan (3) Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama
15 menit setelah pembongkaran. Yang harus diperhatikan dalam
penggunaan bahan anestasi ini adalah, apakah bahan-bahan tersebut dapat
menimbulkan potensi bahaya bagi manusia atau tidak.
c. Pemingsanan
ikan dengan arus listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk
pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan
mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan
juga cepat.
Setelah
ikan pingsan selanjutnya adalah pengemasan. Pada pengangkutan ikan hidup dengan
system kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Yang dimaksud
dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat
ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam
posisinya. Bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar
tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap
hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan
hidupnya.
Media
pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan
kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Jenis serbuk gergaji atau
serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia.
Diantara beberapa jenis bahan pengisi, sekam padi dan serbuk gergaji merupakan
bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu : berongga,
mempunyai kapasitas dingin yang memadai, dan tidak beracun.Media serbuk gergaji
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya.
Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan
suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di
dalamnya.
SUMBER :
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan
Transportasi Ikan Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan,
Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi
Ikan Hidup Dengan Cara Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Fahrur Razi, 2015. Cara Distribusi Ikan Yang Baik. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM KP
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar