Jumat, 28 September 2018

JAMU UNTUK MENANBAH NAFSU MAKAN IKAN


I.       PENDAHULUAN

Nafsu untuk makan dapat timbul karena adanya rangsangan melalui penglihatan, bau dan rabaan ikan. Begitu ada nafsu makan, maka alat pencernaan akan segara bekerja bersiap siap untuk menerima makanan selanjutnya mencernanya.
Proses berlangsungnya pencernaan makanan pada ikan di awali dengan adanya rangsangan. Untuk menimbulkan  rangsangan maka khusus makanan buatan ada beberapa hal yang secara teknis perlu mendapatkan perhatian. Makanan harus memenuhi persyaratan kandungan nutrisi yang menyangkut protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Perlu juga diperhatikan bentuk dan ukuran makanan, kestabilan dalam air dan teknik pengemasan makanan sebelum digunakan.
Rasio konversi makanan harus tepat, bila berlebih rangsangan pada ikan sudah menurun. Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan secara umum berkisar 5-7% dari berat tubuh per hari. Namun, jumlah tersebut dapat berubah karena pengaruh kondisi lingkungan dan kesehatan ikan. Ada ikan yang mengkonsumsi 5% dari berat badannya per hari pada musim panas, tetapi pada musim dingin hanya mengkonsumsi  1%. Selain memengaruhi nafsu makan , suhu juga mempengaruhi proses metabolisme. Suhu tinggi mengakibatkan proses metabolisme berjalan lebih cepat karena pengeluaran energi juga meningkat.
Ukuran ikan juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan harian. Aktivitas metabolisme ikan kecil lebih tinggi dibandingkan ikan besar. Dengan begitu, perbandingan antara jumlah konsumsi pakan dan berat tubuhnya juga lebih tinggi dibandingkan ikan besar.
Rangsangan makan pada ikan juga dipengaruhi oleh kondisi ikan. Ikan sehat tentu mempunyai rangsangan yang lebih tinggi terhadap pakan dibandingkan ikan sakit. Kesehatan pada tubuh ikan sangat terkait dan membentuk semacam siklus dengan lingkungan dimana ikan tersebut hidup. Kondisi lingkungan yang baik membuat ikan nyaman dan sehat. Namun, lingkungan yang tidak baik (suhu yang ekstrim kadar CO2NH3 dan H2S yang tinggi) membuat kadar oksigen perairan stres dan sakit. Kondisi ikan yang sakit akan menurunkan rangsangan pada nafsu makan sehingga daya makan pada ikan menurun. Nafsu makan gurami yang kaget karena adanya gangguan penangkapan bisa menurun selama 5-8 hari.
Mutu pakan yang kurang baik serta kondisi pakan yang rusak dan menimbulkan bau yang kurang sedap (tengik) bisa menurunkan nafsu makan pada ikan.
Nafsu makan ikan sangat dipengaruhi beberapa faktor :
-    Kondisi lingkungan perairan budidaya
-    Kesehatan ikan
-    Jenis pakan yang diberikan
Salah satu cara untuk meningkatkan nafsu makan ikan adalah dengan memberikan jamu untuk ikan.  Berikut cara membuat fermentasi jamu untuk penambah nafsu makan ikan.
Bahan-Bahan
1.     Lengkuas 100 gram
2.     Temulawak 100 gram
3.     Jahe 100 gram
4.     Kunir/kunyit 100 gram
5.     Kencur 100 gram
6.     Gula merah 175 gram
7.     Ragi 1/8 sgt
8.     Air 3 liter
Cara Membuatnya
1.     Cuci bersih jahe, lengkuas, kunyit, temulawak, dan kencur.  Tiriskan
2.     Parut bahan 1 – 5, hasil parutan dimasukan ke dalam stoples
3.     Masukan gula merah yang sudah dipotong kecil-kecil kedalam stoples
4.     Panaskan 3 liter air sampai memdidih, kalau sudah mendidh tuangkan ke dalam stoples. (Agar stoples tidak pecah saat dituangkan air panas, masukan terlebih dahulu 2 buah sendok stainless kedalamnya)
5.     Aduk sampai gula larut, lalu dinginkan
6.     Setelah larutan dingin, masukan ragi dan aduk sampai rata.  Tutup rapat stoples dan biarkan dalam suhu kamar selama 12 – 24 jam.
7.     Lalu saring dan pindahkan ke botol aqua, jangan dipenuhi tetapi isi sampai bahu botol saja.  Tutup rapat botol berisi larutan dan biarkan 24 – 72 jam pada suhu kamar.
Adapun cara menggunakan jamu ikan hasil fermentasi ini bisa langsung dicampur dengan pakan ikan, sedangkan ampas hasil sampingan produk ini dapat dijadikan pupuk organik.

Sumber :

PEMBENIHAN IKAN PEPUYU


PENDAHULUAN
      Ikan Papuyu merupakan ikan lokal air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan digemari oleh masyarakat Kalimantan terutama masyarakat Kalimantan Selatan.  Untuk itu diperlukan usaha pembenihan guna menjaga kontinuitas suplai benih ikan papuyu yang berkualitas.
Usaha pembenihan bertujuan untuk menghasilkan benih yang banyak dan berkualitas, sehingga tidak tergantung pada ketersedian di alam yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi bududaya ikan dan meningkatkan pendapatan pelaku utama perikanan serta dapat meletarikan plasma nuftah khususnya ikan papuyu.
Sisternatika ikan papuyu menurut Hasanudin Saanin (1984), adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi
Phylum             : Chordata
Sub phylumm    : Vertebrata
Kelas                : Pisces
Sub kelas          : Teleostei
Ordo                 : Labyrinthici
Family              : Anabantidae
Genus               : Anabas
Spesies            : Anabas testudeneus Bloch
Beberapa nama daerah ikan papuyu yaitu betik (Jawa dan Sunda), puyu (Malaya), puyo‑puyo (Bintan), Geteh‑geteh (Manado) dan Kusang (Danau Matanua).
2.  Morfologi
Secara morfologis bentuk tubuh ikan papuyu agak lonjong dan menjadi pipih kebagian belakang, ukuran kepala lebih besar dari badan dan mulutnya tidak dapat disembulkan sebagaimana ikan mas. Semua bagian badan dan kepala bersisik kasar dan besar‑besar dengan warna agak kehijauan. Sirip ekor bentuknya bulat, jari‑jari keras dan sirip perut serta kelopak insang dapat digerakkan dan dapat digunakan untuk bergerak (berjalan) dipermukaan tanah. Beratnya di alam dapat mencapai 250 gram per ekor.
Ikan papuyu banyak ditemui di perairan umum seperti danau, sungai, rawa dan genangan air tawar lainnya. Daerah penyebarannya meliputi Kalimantan, Sumatera, lawa, Sulawesi dan Papua. Dialamnya ikan papuyu tumbuh normal pada kisaran kualitas air untuk suhu 240C ‑340C dan derajat keasaman (pH) 4 ‑ 8. Ikan papuyu tahan terhadap kekeringan dan kadar oksigen yang rendah. Biasanya tahan hidup selama 1 minggu tanpa air dan tinggal dalam lumpur selama 1 ‑ 2 bulan.
3.  Pematangan Gonad
Induk ikan papuyu yang sudah dewasa bisa dipelihara dalam kolam semi permanen, maupun bak fiber/semen dengan ke dalaman air antara 50 ‑ 80 cm. Dinding pematang diusahakan tidak terlalu miring dan tinggi permukaan air kolam dengan pematang tidak kurang dari 50 cm. Hal ini untuk menghindari ikan papuyu keluar kolam dengan cara memanjat dinding pematang.



Ikan papuyu yang dijadikan induk minimal mempunyai berat 90 gram untuk betina dan 30 gram untuk jantan, tubuh segar, tidak cacat serta gerakannya lincah. Umur induk yang baik minimal 10 bulan. Selama masa pematangan gonad diberi pakan pelet sebanyak 5 % perhari dengan frekuensi pemberian 2 kali pada pagi dan sore hari.



4.  Seleksi Induk
Seleksi induk dilakukan dengan cara mengeringkan kolam pemeliharaan induk, kemudian dilakukan penangkapan induk secara hati‑hati menggunakan serok agar tidak terluka.
Induk yang tertangkap dikumpulkan dan ditampung dalam baskom untuk diadakan seleksi. Apabila di dapatkan induk yang matang gonad, segera dipisahkan dalam wadah khusus berupa bak semen atau fiber untuk diberok selama 1 hari. Adapun ciri‑ciri induk papuyu yang matang gonad :
Betina :
·       Tubuh gemuk dan lebar
·       Warna agak gelap bila dibandingkan dengan jantan
·       Alat kelamin / urogenitainya berwama kemerah‑merahan
·       Bila bagian perut diurut akan keluar telur.


Jantan :
·       Tubuh ramping dan panjang
·       Warna lebih cerah bila dibandingkan dengan betina.
·       Bila bagian perut diurut akan keluar sperma berwarna putih susu.
·       Perut bagian bawah rata



Ikan papuyu memijah sepanjang musim penghujan dengan frekunsi 2 ‑ 3 kali memijah dengan jumlah telur (fekunditas) antara 5.000 ‑ 15.000 butir.
Pemijahan dilakukan dengan cara induced breeding (kawin suntik) menggunakan horman ovaprim sebagai perangsang ovulasi. Dosis hormon 0,5 ml/kg induk dengan perbandingan induk jantan dan betina dalam ukuran berat yaitu   1 : 1. Pemijahan dapat dilakukan di akuarium,
baskom plastik atau bak fiber/semen.



Penyuntikan dilakukan secara intramuscular pada bagian punggung. Induk betina dilakukan 2 kali penyuntikan dan induk jantan hanya 1 kali penyuntikan. Interval waktu penyuntikan I dan penyuntikan II adalah 6 jam.
Penyuntikan induk jantan bersamaan waktunya dengan penyuntikan II pada induk betina. Setelah dilakukan penyuntikan, kedua induk di tempatkan dalam satu wadah sampai terjadi ovulasi dan pemijahan secara alami.



Setelah terjadi proses pemijahan segera pindahkan kedua induk ke tempat lain agar tidak mengganggu proses penetasan telur dan pemeliharaan larva. Waktu ovulasi antara 5 ‑ 10 jam setelah penyuntikan II induk betina, dalam waktu 20 ‑ 24 jam telur akan menetas pada suhu 260C ‑ 290 C.
5.  Pemeliharaan Larva
Pada kondisi normal prosentasi telur yang dibuahi biasanya mencapai 95% dengan daya tetas juga 95%. Larva yang baru menetas tidak perlu diberi makanan tambahan sebab masih mempunyai ca­kang
dangan makanan dari kantong kuning telur (yolk egg) sampai larva berumur 4 hari.
Pada hari ke 5 larva sudah bisa dipelihara dikolam pendederan dan diberi makanan tambahan berupa suspensi kuning telur. Pendederan larva dilakukan di kolam semi permanen dimana sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan. Selain dilakukan penjemuran kolam dilakukan pengapuran dengan dosis 250 gr‑am/m2 dan di pupuk dengan pupuk kandang dengan dosis 500 gram/m2. Setelah itu kolam diisi air dan dibiarkan selama 3 hari untuk menumbuhkan pakan alami. Pendederan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali, pendederan I dilakukan selama 45 hari dengan padat tebar 50 ekor/m2. Selama pendederan I benih ikan papuyu diberi pakan tambahan berupa pelet ukuran kecell (powder) sebanyak 10 ‑ 20% dari bobot biomassa perhari dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari. Selama 45 hari pemeliharaan, benih akan mencapai ukuran 1 ‑ 3 cm dan bisa dillanjutkan untuk pendederan II. Masa pemeliharaan pada pendederan II antara 3 ‑ 4 bulan hingga mencapai ukuran 7 ‑ 10 cm. Selama pendederan II diberi makan pelet sebanyak 5% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Setelah pendederan II ini selanjutnya benih tersebut bisa dipersiapkan sebagai calon induk atau untuk usaha pembesaran.

Sumber :





Jumat, 07 September 2018

FORMALIN BAHAN PENGAWET BERBAHAYA


I.       PENANGANAN PASCA PANEN
Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti hidup, baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah seperti berikut : 1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut 2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisik maupun kimiawi atau yang masih mempunyai sifat sama seperti ketika ditangkap Kesegaran ikan dinilai berdasarkan sejauh mana ikan tersebut masih segar dan sebaliknya. Kualitas bahan dasar sangat menentukan hasil akhir pengolahan. Jika kualitas bahan dasarnya rendah, produk yang dihasilkan dalam pengolahan mempunyai mutu yang kurang baik. Sebaliknya jika bahan dasarnya berkualitas baik, maka produk yang dihasilkan juga akan bermutu tinggi (jika pengolahannya berjalan normal). Baik dan tidaknya kualitas bahan dasar dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. – Faktor Intrinsik Adalah sifat-sifat yang dipengaruhi oleh gen (pembawa sifat), umur, jenis kelamin, jenis (species). Faktor Intrinsik sukar dikendalikan, karena faktor-faktor ini melekat pada bahan – Faktor Ekstrinsik Adalah perlakuan-perlakuan yang dikerjakan oleh manusia terhadap bahan, misalnya cara-cara penangkapan ikan, pengapalan, pendaratan, pengesan, penyiangan, pencucian, pendinginan, pembekuan dsb. Faktor Ekstrinsik dapat diatur, karena yang melakukan adalah manusia. Semua perlakuan terhadap bahan sebelum dilakukan pengolahan, merupakan faktor ekstrinsik Penanganan ikan setelah penangkapan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Sejak hasil perikanan ditangkap, akan mengalami serangkaian perlakuan sampai diolah menjadi berbagai macam produk. Secara umum penanganan pasca tangkap hasil perikanan, bertujuan menyediakan dan mempertahankan tingkat kesegaran ikan. Sifat kesegaran ikan dapat dipertahankan dengan menurunkan suhu tubuh ikan dan lingkungannya. Namun dewasa ini tingkat kesegaran ikan dapat dimanipulasi dengan menggunakan bahan tambahan pangan yang berfungsi untuk mengawetkan kesegaran ikan.


II. PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk-produk makanan, dimaksudkan untuk :
– Mengawetkan produk makanan
– Memberikan warna, agar produk makanan lebih menarik
– Menghemat biaya produksi
– Meningkatkan cita rasa
– Memperbaiki tekstur produk makanan.
Bahan pengawet makanan adalah bahan yang ditambahkan pada makanan untuk mencegah atau menghambat menjadi rusak atau busuknya makanan. Maksud dan tujuan dari pada penggunaan bahan pengawet makanan adalah untuk memelihara kesegaran


dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan. Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.
Pengawet yang diizinkan (Permenkes No.722/1988) adalah : Asam Benzoat, Asam Propionat. Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Etil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalkum Nitrat, Kalium Nitril, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit.
Bahaya penggunaan zat pengawet yang tidak diizinkan, sebagai contoh penggunaan formalin yang sering digunakan untuk mengawetkan tahu dan mie basah dapat menyebabkan : kanker paru-paru, gangguan pada jantung, gangguan pada alat pencernaan, gangguan pada ginjal dll. Pengertian Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Karena pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian, Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain, bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Kegunaan formalin
• Pengawet mayat
• Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
• Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
• Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
• Bahan untuk pembuatan produk parfum.
• Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
• Pencegah korosi untuk sumur minyak
• Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet.
Penggunaan Formalin yang salah Beberapa contoh prduk yang sering diketahui mengandung formalin misalnya  –

1. Mie Basah – Pada suhu kamar (250 C), Mie basah tidak mengalami kerusakan sampai 2 hari – Pada suhu lemari es (100 C), Mie basah akan bertahan sampai lebih dari 15 hari – Aroma agak menyengat (bau formalin) – Tampilan Mie lebih mengkilap dibanding mie normal – Tidak lengket
2. Tahu – Pada suhu kamar (250 C) Tahu berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 3 hari – Pada suhu lemari es (100 C) Tahu berformalin akan bertahan sampai lebih dari 15 hari – Aroma agak menyengat (bau formalin) – Tampilan Tahu berformalin lebih keras, namun tidak padat.
3. Bakso – Pada suhu kamar (250 C) Baso berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 5 hari – Tekstur baso sangat kenyal
4. Ikan segar – Pada suhu kamar (250 C) ikan berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 3 hari – Warna insang pucat kusam agak keputihan (tidak cemerlang) – Aroma agak menyengat (bau formalin) – Warna daging ikan putih bersih, tekstur kenyal & bau asam
5. Ikan asin – Pada suhu kamar (250 C) Ikan asin berformalin tidak mengalami kerusakan sampai lebih dari 1 bulan – Warna bersih dan cerah – Tidak berbau khas ikan asin & tidak mudah hancur – Tidak dihinggapi lalat bila ditaruh ditempat terbuka Makanan yang mengandung formalin umumnya awet dan dapat bertahan lebih lama.
Formalin dapat dikenali dari bau yang agak menyengat dan kadang-kadang menimbulkan pedih pada mata. Bahan makanan yang mengandung formalin ketika sedang dimasak kadang-kadang masih mengeluarkan bau khas formalin yang menusuk. lIkan dan ayam yang mengandung formalin akan lebih putih dagingnya dan awet Ciri-ciri produk pangan perikanan yang mengandung formalin. Kadar formalin pada produk perikanan di pasar swalayan modern :
1. Ekor Kuning segar 0,4 ppm
2. Bawal Hitam segar 1,0 ppm
3. Teri Spesial asin 0,6 ppm Kadar formalin
pada produk perikanan di pasar tradisonal :
1. Kerang Kupas segar 0,4 ppm
2. Ikan petek asin 0,6 ppm
3. Ikan Layang asin 1,5 ppm 1. Ikan Sepat asin 0,6 ppm 2. Ikan layur asin 0,6 ppm 3. Teri Nasi asin 630 ppm
4. Cumi asin 12 ppm
5. Ikan Kapasan 6 ppm
6. Ikan kembung Peda 0,6 ppm
Bahaya formalin pada kesehatan : Dalam jangka pendek (akut), bila tertelan formalin maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menekan, mual, muntah dan diare, dapat terjadi pendarahan, sakit perut hebat, sakit kepala, hipotensi, (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Disamping itu formalin juga menyebabkan kerusakan jantung, hati, otak, limpa, pankreas, sistem saraf pusat dan ginjal. Jangka panjang (kronik), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya tampak setelah jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh. Timbul iritasi pada saluran pernafasan, muntah, sakit kepala, rasa terbakar pada tenggorokan, dan rasa gatal di dada. Pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). Tanda dan gejala keracunan formalin Menyebabkan rasa terbakar pada mulut, saluran pernafasan dan perut, sulit menelan, diare, sakit perut, hipertensi, kejang dan koma. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan gangguan ginjal. Berdasarkan temuan patologis, formaldehid merusak jaringan dan menyusutkan selaput lendir, juga merusak hati, ginjal, jantung dan otak

Bagaimana mencegah Makanan/Olahan agar tidak rusak
1. Gunakan bahan baku yang baik.
2. Bersihkan semua alat sebelum digunakan.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah bekerja.
4. Masaklah pangan secara seksama dan sempurna untuk membunuh mikroorganisme yang ada di dalamnya.
5. Simpanlah pangan di tempat yang sesuai. Selain dengan cara seperti di atas, untuk menghindari/mencegah serta menghambat pertumbuhan bakteri dalam pangan agar lebih tahan lama dilakukan proses pengawetan pada pangan/makanan. Selain menentukan bahan baku yang baik dengan mengetahui mutu ikan secara organoleptik, maka Sanitasi dan Higienis atau kebersihan dan kesehatan, merupakan masalah yang dalam suatu pengolahan ikan. Perhatian terhadap masalah tersebut tidak dapat ditunda atau ditawar lagi, terutama jika kita menginginkan produk yang diinginkan bermutu tinggi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pengolahan ikan :
1. Semua permukaan peralatan yang berhubungan langsung dengan semua bahan dan produk harus mudah diperikasa dan dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi bakteri.
2. Membiasakan diri mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan serta membersihkan peralatan dan lantai setiap kali proses terhenti, baik karena istirahat atau proses selesai.
3. Membiasakan diri untuk selalu membersihkan diri, mencuci tangan setiap kali hendak memegang ikan atau produk lain.
4. Selalu mengunakan pakaian kerja yang bersih, tanpa perhiasan atau asesoris lain dan menggunakan penutup kepala.

Sumber :
-     Modul memilih bahan baku ikan untuk pengolahan, Kementrian Kelautan dan Perikanan
-     Karyono dan Wachid, 1982. Petunjuk Praktek Penanganan Pengolahan Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
-     Rabiatul Adawyah, M.P, 2006; Pengolahan dan Pengawetan Ikan, Bumi Aksara, Jakarta
-     Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, 2009. Patin dan Produk Olahannya, Jakarta.
-     Anonymous, 2013; Kumpulan Hasil Penerapan Inovasi Teknologi, Alat dan Mesin, Desain Layout, Ruang Lingkup Pengujian dan Monitoring Hasil Perikanan, Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

CARA PENGANGKUTAN IKAN HIDUP



Pengertian Pengangkutan (Distribusi) Hasil Perikanan
Pengangkutan atau distribusi hasil perikanan adalah rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu tempat ke tempat lain sejak produksi, pengolahan sampai pemasaran. Hal yang paling prinsip dalam proses distribusi hasil perikanan adalah mempertahankan kondisi alat/wadah/sarana yang digunakan dalam proses distribusi agar produk yang didistribusikan sampai ke tempat tujuan dengan tetap mempertahankan mutu/kualitasnya. Oleh karena itu, distributor/penyalur hasil perikanan harus memahami persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses distribusi hasil perikanan.
             Pengangkutan ikan dalam keadaan hidup merupakan salah satu mata rantai dalam usaha perikanan. Harga jual ikan selalu ditentukan oleh kesegarannya, oleh karena itu kegagalan dalam pengangkutan ikan merupakan suatu kerugian. Pada prinsipnya pengangkutan ikan hidup bertujuan untuk mempertahankan kehidupan ikan selama dalam pengangkutan sampai ke tempat tujuan, pengangkutan dalam jarak dekat tidak memerlukan perlakuan yang khusus, akan tetapi pengangkutan dalam jarak jauh dan dalam waktu yang lama diperlukan perlakuan khusus untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Pengangkutan dalam bentuk ikan hidup. Biasanya ikan-ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup adalah ikan-ikan dari hasil   budidaya atau ikan karang yang mempunyai nilai jual cukup tinggi. Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
      1.    Pengangkutan Sistem Basah
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
      a)   Sistem Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.
      b)   Sistem Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan (harus sehat dan baik), oksigen, suhu (15 – 20oC untuk ikan didaerah tropis), pH (7 – 8), CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (perbandingan antara volume ikan dengan volume air adalah 1:3 sampai 1:2).
        Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkutisi perut masih ada,sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya metabolisme yang sangat tinggi pada saat pengangkutan, maka sebaiknya ikan diberok terlebih dahulu minimal 1 hari sebelum ikan diangkut dengan cara dipuasakan.
      2.    Pengangkutan Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin besar.
Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
   Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi.
Cara pemingsanan ikan akan berbeda untuk setiap jenis ikan. Namun demikian, secara umum Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
      a.   Pemingsanan dengan menggunakan suhu rendah
Ini dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukkan dalam air yang bersuhu 10– 15oC , sehingga ikan pingsan; dan (b) penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
      b.   Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan
             pembius)

Beberapa bahan anestasi yang dapat digunakan dalam pembiusan ikan antara lain:
NO
BAHAN
DOSIS
1
MS-222
0.05 mg / l
2
Novacaine
50 mg / kg berat ikan
3
Barbitas sodium
50 mg / kg berat ikan
4
Ammobarbital sodium
85 mg / kg berat ikan
5
Methyl paraphynol (dormisol)
30 mg / l
6
Tertiary amyl alcohol
30 mg / l
7
Choral hydrate
3-3.5 g lt
8
Urethane
100 mg / l
9
Hydroksi quinaldine
1 mg / l
10
Thiouracil
10 mg / l
11
Quinaldine
0.025 mg / l
12
2-Thenoxy ethanol
30 – 40 ml / 100 lt
13
Sodium ammital
52 – 172 mg / l

Pembiusan  ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani, (2) Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, dan (3) Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran. Yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahan anestasi ini adalah, apakah bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan potensi bahaya bagi manusia atau tidak.
      c.    Pemingsanan ikan dengan arus listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
Setelah ikan pingsan selanjutnya adalah pengemasan. Pada pengangkutan ikan hidup dengan system kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia. Diantara beberapa jenis bahan pengisi, sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu : berongga, mempunyai kapasitas dingin yang memadai, dan tidak beracun.Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya.
SUMBER :
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan Transportasi Ikan Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan,  Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi Ikan Hidup Dengan Cara Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Fahrur Razi, 2015. Cara Distribusi  Ikan Yang Baik.  Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM KP Kementerian Kelautan dan Perikanan