Jumat, 27 April 2018

KULTUR CHLORELLA Sp. SEBAGAI PAKAN ALAMI IKAN


A.      BIOLOGI Chlorella sp
1.         KLASIFIKASI

Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chlorophyta
Kelas    : Chlorophyceae
Ordo     : Chlorococcaales

Family   : Chlorellacea
Genus    : Chlorella (Bougis, 1979)
Menurut habitat hidupnya ada dua macam Chlorella, yaitu Chlorella yang hidup di air tawar maupn yang hidup di air laut. Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah C. minutissima, C. vulgaris, C. pyrenoidosa, C. virginica
2.         MORFOLOGI
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak.

3.       SIFAT-SIFAT EKOLOGI DAN FISIOLOGI
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan pelepasan sel anak.
B.      PRINSIP KULTUR Chlorella sp

Salah satu contoh phytoplankton adalah Chlorella spChlorella sp merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Kultur Chlorella sp murni atau monospesifik species dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang digunakan mula-mula hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur hingga volume 3 liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur aut-door yang dapat mencapai volume 60-100 liter yang merupakan tahapan kultur selanjutnya. Karena kultur ini menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari volume kecil ke volume yang lebih besar, maka prinsip kultur ini disebut dengan kultur bertingkat atau berlanjut.
Pertumbuhan Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan osmotic, dan pH air.
Kultur Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga didapatkan bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
C.      STERILISASI
1.         METODE STERILISASI
Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama, misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode sterilisasi, yakni:
a.        Sterilisasi Basah
Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain yang akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang akan digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
b.        Sterilisasi dengan Autoclave dan Oven
Sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas bertekanan, sedangkan sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas. Sterilisasi model ini umumnya digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol kultur yang terbuat dari gelas.
c.         Sterilisasi dengan Penyaringan
Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang steril.
d.        Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh mikroorganisme dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini banyak digunakan untk mensterilkan ruang kerja dan air.
e.         Sterilisasi Kimia
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2, Alkohol, Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.

2.         CARA STERILISASI
a.        Sterilisasi Peralatan yang digunakan untuk isolasi Phytoplankton

Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan autoclave dengan suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan oven pada suhu sekitar 1050C.
Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur, dan lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan karet penutup, terutama apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi apabila menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup dimasukkan kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip tahan panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat. Sterilisasi dengan autoclave berjalan 15 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan menggunakan oven berjalan 5 jam pada suhu 1050C.
b.        Sterilisasi Media Kultur
Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan disterilisasi mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih. Selanjutnya botol atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip. Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.
c.         Sterilisasi Alat
Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau oven, dapat disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine. Peralatan kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari, kemudian dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam peralatan pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir dengan 40-50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau chlorine hilang.
d.        Sterilisasi Media tidak Tahan Panas
Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.
e.         Sterilisasi pada Kultur semi Out-door dan Out-door/missal
Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan. Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan Na-Thiosulfat 40-50 mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau chlorine hilang.
Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine 60 mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20 mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut hingga bau chlorine hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak tembus sinar dan ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan lumut atau phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.
D.       TEKHNIK BUDIDAYA Chlorella sp
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur Chlorella sp, yaitu koleksi dan isolasi.
1.         Koleksi
Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur secara murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella sp yang diperoleh dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk
2.         Isolasi

Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk fitoplankton jenis Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.
Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur dengan air laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut sempurna berwarna kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya kerak atau penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut kemudia diangkat dan ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk Allen Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100 gr, sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO3 100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.
Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15 menit) atau pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan panas harus disterilkan secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50 0C. Selanjutnya dituangkan kedalam cawan petri yang sudah steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang sudah steril dalam posisi miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari air sampel dengan cara goresan menggunakan ose yang telah dibakar dengan pembakar spritus. Bibit digoreskan dalam media agar-agar pada cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-benar murni. Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk menjaga kestabilan suhu 25-27 0C. isolate juga dapat dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1 tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan. Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut (Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.

E.      PERTUMBUHAN PLANKTON (Chlorella sp)
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:
1.         Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2.         Fase Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3.         Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.
4.         Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.
F.       PENGHITUNGAN KEPADATAN PHYTOLANKTON (Chlorella sp)
Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes. Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya menggunakan alat bantu hand counter.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan dihitung kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang yang berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.
G.      PEMANENAN
Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½ dosis. Panen sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah itu harus dilakukan panen total.
H.      PASCA PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva. Bahkan kini banyak digunakan dalam system pengolahan dan penanggulangan air limbah. Chlorella sp ternyata sudah dikonsumsi manusia dan sangat mudah didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti tablet, sirup, permen, shampoo, sabun, handbody lotion, dan lain-lain.
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas dengan suhu sekitar 70 0C. Dengan suhu ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella sp yang kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku) didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam freezer.
I.       PEMELIHARAAN STOK MURNI
Untuk memelihara kesinambungan kultur phytoplankton perlu dilakukan pemeliharaan stok murni. Stok murni dapat disimpan dalam media agar-agar dan media cair serta disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa aerasi, tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaa lampu TL. Biakan stok murni ini harus diganti seminggu sekali. Penyimpanan stok murni dalam lemari pendingin dapat bertahan sampai satu bulan, dan sebaiknya segera digunakan dan diganti dengan stok murni yang baru.

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar