Jumat, 27 April 2018

KULTUR CHLORELLA Sp. SEBAGAI PAKAN ALAMI IKAN


A.      BIOLOGI Chlorella sp
1.         KLASIFIKASI

Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Chlorophyta
Kelas    : Chlorophyceae
Ordo     : Chlorococcaales

Family   : Chlorellacea
Genus    : Chlorella (Bougis, 1979)
Menurut habitat hidupnya ada dua macam Chlorella, yaitu Chlorella yang hidup di air tawar maupn yang hidup di air laut. Contoh Chlorella yang hidup di air laut adalah C. minutissima, C. vulgaris, C. pyrenoidosa, C. virginica
2.         MORFOLOGI
Bentuk sel bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal, tetapi kadang-kadang dijumpai bergerombol. Diameter selnya berkisar 2-8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pectin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak.

3.       SIFAT-SIFAT EKOLOGI DAN FISIOLOGI
Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C, tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi juga dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap selanjutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan akhir, yang akan disusul dengan pelepasan sel anak.
B.      PRINSIP KULTUR Chlorella sp

Salah satu contoh phytoplankton adalah Chlorella spChlorella sp merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Kultur Chlorella sp murni atau monospesifik species dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan secara sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang digunakan mula-mula hanya beberapa liter saja, kemudian berangsur-angsur meningkat ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur hingga volume 3 liter masih dilakukan didalam laboratorium sehingga sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur aut-door yang dapat mencapai volume 60-100 liter yang merupakan tahapan kultur selanjutnya. Karena kultur ini menggunakan proses yang bertingkat-tingkat dari volume kecil ke volume yang lebih besar, maka prinsip kultur ini disebut dengan kultur bertingkat atau berlanjut.
Pertumbuhan Chlorella sp sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella sp antara lain cahaya, suhu, tekanan osmotic, dan pH air.
Kultur Cholorella sp skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi lingkungan terkendali. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhannya optimal sehingga didapatkan bibit yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.
C.      STERILISASI
1.         METODE STERILISASI
Pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis phytoplankton adalah sama, misalnya pada kultur Chlorella sp, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Ada lima metode sterilisasi, yakni:
a.        Sterilisasi Basah
Metode ini dilakukan dengan cara perebusan. Botol-botol kultur dan peralatan lain yang akan digunakan direbus dengan air hingga mendidih selama 2 jam. Air yang akan digunakan untuk kultur juga dapat disterilkan dengan cara ini.
b.        Sterilisasi dengan Autoclave dan Oven
Sterilisasi dengan autoclave pada dasarnya menggunakan uap air panas bertekanan, sedangkan sterilisasi menggunakan oven menggunakan udara panas. Sterilisasi model ini umumnya digunakan untuk mensterilkan alat-alat dan botol kultur yang terbuat dari gelas.
c.         Sterilisasi dengan Penyaringan
Metode ini dilakukan untuk cairan/larutan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi, misalnya vitamin, sehingga dilakukan penyaringan dengan sebuah saringan yang steril.
d.        Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Sinar UV dengan panjang gelombang 2000-3000 A dapat membunuh mikroorganisme dengan cara menghancurkan struktur proteinnya. Metode ini banyak digunakan untk mensterilkan ruang kerja dan air.
e.         Sterilisasi Kimia
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk sterilisasi ini adalah HCL, HgCl2, Alkohol, Formalin, Phenol, Chlorin, dan sebagainya.

2.         CARA STERILISASI
a.        Sterilisasi Peralatan yang digunakan untuk isolasi Phytoplankton

Sterilisasi peralatan yang akan digunakan untuk isolasi dapat menggunakan autoclave dengan suhu 1210C dan tekanan 1 kg/cm3 atau menggunakan oven pada suhu sekitar 1050C.
Mula-mula peralatan isolasi yang terdiri atas tabung reaksi, cawan petri, pipet ukur, dan lain-lain dicuci dengan air tawar dan detergen yang kemudian diletakkan di rak dan ditunggu hingga kering. Setelah kering, cawan petri dan pipet ukr dibungkus dengan kertas krap, sedangkan tabung reaksi ditutp dengan karet penutup, terutama apabila sterilisasinya menggunakan autoclave. Tetapi apabila menggunakan oven, peralatan tidak perlu dibungkus kertas, cukup dimasukkan kedalam tabung stainless, kemudian ditutup rapat dan dislotip dengan slotip tahan panas. Peralatan tersebut disusun dalam autoclave kemudian ditutup rapat. Sterilisasi dengan autoclave berjalan 15 menit pada suhu 1210C dengan tekanan 1 kg/cm3. Sedangkan menggunakan oven berjalan 5 jam pada suhu 1050C.
b.        Sterilisasi Media Kultur
Sterilisasi media kultur dapat dilakukan dengan autoclave. Media yang akan disterilisasi mula-mula dimasukkan kedalam botol atau erlenmayer bersih. Selanjutnya botol atau erlenmayer tersebut ditutup dengan kapas atau gabus, dan diatasnya ditutup kembali dengan aluminium foil dan diikat dengan slotip. Selanjutnya botol atau erlenmayer yang telah berisi media tersebut disusun rapi dalam autoclave dan siap untuk disterilisasi.
c.         Sterilisasi Alat
Alat-alat yang cukup besar sehingga tidak dapat masuk kedalam autoclave atau oven, dapat disterilkan dengan cara kimia, misalnya dengan HCl atau chlorine. Peralatan kultur yang sudah dicuci bersih direndam dengan HCl 10% selama 2 hari, kemudian dibilas dengan air tawar. Selain itu dapat dengan merendam peralatan pada larutan chlorine 150 mg/l selama 12-24 jam, kemudian dinetralisir dengan 40-50 mg/l Na-Thiosulfat dan dibilas dengan air tawar hingga bau chlorine hilang.
d.        Sterilisasi Media tidak Tahan Panas
Media pengkaya yang tidak tahan panas, misalnya vitamin, disterilisasi dengan penyaringan. Saringan yang digunakan 2,5-3 mikron. Media tersebut selanjutnya ditempatkan dalam wadah yang steril dan ditutup rapat dengan aluminium foil.
e.         Sterilisasi pada Kultur semi Out-door dan Out-door/missal
Untuk kultur missal sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan cara chlorinisasi karena cara ini lebih cepat, ekonomis, dan secara tekhnis mudah dilaksanakan. Cara chlorinisasi tersebut adalah sebagai berikut: bak dicuci bersih dengan menggunakan sabun/detergen lalu disterilkan dengan larutan Na-Thiosulfat 40-50 mg/l. Terakhir bak dibilas dengan air tawar sampai bersih dan bau chlorine hilang.
Air sebagai media kultur juga dapat disterilkan dengan menggunakan chlorine. Air laut yang akan digunakan sebelumnya disaring, lalu disterilkan dengan chlorine 60 mg/l selama minimal 1 jam dan dinetralisir dengan larutan Na-Thiosulfat 20 mg/l untuk menghilangkan sisa-sisa chlorine dalam air laut hingga bau chlorine hilang. Air yang telah steril disimpan dalam bak yang tidak tembus sinar dan ditutup dengan penutup tidak tembus sinar untuk mencegah pertumbuhan lumut atau phytoplankton lain yang tidak dikehendaki.
D.       TEKHNIK BUDIDAYA Chlorella sp
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam kultur Chlorella sp, yaitu koleksi dan isolasi.
1.         Koleksi
Koleksi bertujuan untuk mendapatkan species Chlorella sp dari alam untuk dikultur secara murni. Pengambilannya dialam dapat menggunakan plankton net. Chlorella sp yang diperoleh dapat dikembangkan dengan menggunakan pupuk
2.         Isolasi

Ada beberapa metode untuk mengisolasi phytoplankton, khusus untk fitoplankton jenis Chlorella sp menggunakan metode isolasi goresan. Metode ini sangat baik digunakan untuk mengisolasi phytoplankton sel tunggal seperti Chlorella sp.
Metode ini menggunakan media agar-agar. Agar-agar sebanyak 1,5% dicampur dengan air laut pada salinitas tertentu, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan larut sempurna berwarna kuning jernih.
Selama proses pemanasan harus diaduk terus menerus untuk mencegah terjadinya kerak atau penggumpalan. Setelah pemanasan selesai, larutan agar-agar tersebut kemudia diangkat dan ditunggu sampai agak dingin baru dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk Allen Miquel (untuk sekala laboratorium) dengan komposisi KNO3 20,2 gr, Akuades 100 gr, sedangkan untuk skala massal ukuran 1-4 ton digunakan pupuk teknis yang terdiri dari: KNO3 100 gr/ton, FeCl3 3 gr/ton, dan NaH2PO4. 10 H2O 10 gr/ton dan sesuai dosis yang diinginkan.
Larutan agar-agar yang telah dipupuk disterilisasi dengan autoclave (121 0C, 15 menit) atau pengukusan sekitar 30 menit. Bahan-bahan pengkaya yang tidak tahan panas harus disterilkan secara terpisah. Angkat dan biarkan agak dingin, sekitar 50 0C. Selanjutnya dituangkan kedalam cawan petri yang sudah steril dengan tebal kurang lebih 3 mm atau kedalam tabung reaksi yang sudah steril dalam posisi miring. Agar miring pada tabung reaksi tersebut biasa digunakan untuk penyimpanan isolat. Selanjutnya dituang hingga membeku.
Setelah media agar membeku, kemudian ditulari bibit Chlorella sp yang berasal dari air sampel dengan cara goresan menggunakan ose yang telah dibakar dengan pembakar spritus. Bibit digoreskan dalam media agar-agar pada cawan petri dengan pola zig-zag. Untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme lain maka cawan petri ditutup atau disegel dengan isolasi.
Untuk penumbuhan, cawan petri atau tabung reaksi tersbeut diletakkan pada rak kultur serta disinari dengan dua buah lampu TL 40 watt secara terus menerus. Cawan petri diletakkan dalam posisi terbalik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya proses pengeringan akibat penyinaran dengan lampu TL secara terus menerus atau terjadinya penetesan embun dari bagian tutup cawan petri ke media agar-agar.
Setelah beberapa hari inokulum akan tampak tumbuh pada goresan media agar-agar, tetapi masih dicampur dengan phytoplankton jenis lain, kemudia dilakukan penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh bibit yang benar-benar murni. Isolate yang diinkubasi dalam ruangan ber AC untuk menjaga kestabilan suhu 25-27 0C. isolate juga dapat dipindah kecawan petri yang lain atau pada agar miring dalam tabung reaksi apabila diperlukan.
Hasil kultur murni dari media agar-agar dikembangkan pada media cair dalam tabung reaksi dengan volume media kultur 10 ml. bibit diambil dengan jarum ose yang steril kemudia dipindah ke tabung rekasi decara aseptis. Sebelumnya Chlorella sp yang tumbuh pada permukaan agar-agar diperiksa lebih dahulu dengan cara memindahkan phytoplankton pada gelas objek yang telah diberi media kultur 1 tetes. Selanjutnya dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Apabila phytoplankton yang diamati sesuai dengan keinginan kemudian dilakukan inokulasi pada tabung reaksi yang berisi air laut yang telah diperkaya oleh unsure hara dan ditumbuhkan. Larutan diaduk dengan cara dikocok sesering mungkin selama masa kultur. Apabila bibit pada tabung reaksi tersebut telah tumbuh dengan baik, maka phytoplankton tersebut (Chlorella sp) dapat dikembangkan kedalam botol-botol kultur yang lebih besar.

E.      PERTUMBUHAN PLANKTON (Chlorella sp)
Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:
1.         Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.
2.         Fase Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.
3.         Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.
4.         Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.
F.       PENGHITUNGAN KEPADATAN PHYTOLANKTON (Chlorella sp)
Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran mengetahui pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan pada awal kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan menggunakan Hemacytometer.
Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes. Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya menggunakan alat bantu hand counter.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1 mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer adalah sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton yang akan dihitung kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya Hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 atau 400 kali dan dicari bidang yang berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan phytoplankton dengan cara menghitung phytoplankton yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton yang didapat adalah N, maka kepadatan phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.
G.      PEMANENAN
Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepay yaitu pada saat phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organism pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam alat sesuai dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Adapun peralatannya antara lain : centrifuge, plate separator, dan berbagai macam filter. Pemanenan dapat dilakukan secara total atau sebagian. Apabila panen dilakukan sebagian, phytoplankton yang telah siap dipanen diambil sebanyak 2/3 bagian. Kemudian kedalam sisa phytoplankton yang 1/3 bagian tersebut ditambahkan air laut dengan salinitas tertentu (10-20 ppt). selanjutnya dilakukan pemupukan sekitar ½ dosis. Panen sebagian ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari tiga kali pada bak budidaya yang sama, setelah itu harus dilakukan panen total.
H.      PASCA PANEN
Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat penting, baik sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan berbagai jenis larva. Bahkan kini banyak digunakan dalam system pengolahan dan penanggulangan air limbah. Chlorella sp ternyata sudah dikonsumsi manusia dan sangat mudah didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti tablet, sirup, permen, shampoo, sabun, handbody lotion, dan lain-lain.
Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran dilakukan dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan udara panas dengan suhu sekitar 70 0C. Dengan suhu ini komposisi gizi phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella sp yang kering yang didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku) didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam freezer.
I.       PEMELIHARAAN STOK MURNI
Untuk memelihara kesinambungan kultur phytoplankton perlu dilakukan pemeliharaan stok murni. Stok murni dapat disimpan dalam media agar-agar dan media cair serta disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa aerasi, tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaa lampu TL. Biakan stok murni ini harus diganti seminggu sekali. Penyimpanan stok murni dalam lemari pendingin dapat bertahan sampai satu bulan, dan sebaiknya segera digunakan dan diganti dengan stok murni yang baru.

SUMBER :

SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI PERIKANAN DI INDONESIA


Pengertian dan Prinsip Koperasi.
Kata koperasi berasal dari kata “CO” dan “OPERATION”,yang berarti bersama-sama bekerja.

Pengertian Koperasi menurut ILO; terdapat 6 elemen dalam koperasi yaitu: 

a) Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
b) Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan
c) Terdapat tujuan ekonomi yang ingin di capai
d) Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan  dikendalikan     secara  demokratis.
e) Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan.
f) Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.
Pengertian Koperasi menurut UU No.25/1992
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi,dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.

Prinsip Koperasi Indonesia berdasarkan UU No.12/1967 : 

a) Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga Negara Indonesia.
b) Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin demokrasi dalam koperasi
c) Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
d) Adanya pembatasan bunga atas modal
e) Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.
f) Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka.
g) Swadaya,Swakarsa,dan Swasembada sebagai pencerminan pinsip dasar percaya pada diri sendiri.

Prinsip Koperasi Indonesia berdasarkan UU No.25/1992 : 

a) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b) Pengelolaan dilakukan secara demokrasi.
c) Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota.
d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e) Kemandirian
f) Pendidikan perkoperasian.
g) Kerjasama antar koperasi.

Jenis dan Bentuk Koperasi

Dalam PP No.60/1959, ditetapkan beberapa jenis Koperasi yang antara lain:
 a) Koperasi Desa, adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa yang   mempunyai kepentingan yang sama ataupun yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang satu sama lain ada sangkut-pautnya secara langsung dan pada dasarnya menjalankan aneka usaha.
b) Koperasi Peternakan adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha-pengusaha serta buruh peternakan yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan usaha peternakan yang bersangkutan dan menjalankan usaha-usaha yang ada sangkut-pautnya secara langsung dengan usaha peternakan mulai dari pemeliharaan sampai pada pembelian atau penjualan bersama ternak atau hasil peternakan
c) Koperasi Perikanan adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha-pengusaha pemilik alat perikanan,buruh/nelayan yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan usaha perikanan yang bersangkutan dan menjalankan usaha-usaha yang ada sangkut-pautnya secara langsung dengan usaha perikanan mulai dari produksi, pengolahan sampai pada pembelian atau penjualan bersama hasil-hasil usaha perikanan yang bersangkutan.
d) Koperasi Kerajinan/Industri adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha-pengusaha pemilik alat produksi dan buruh kerajinan/industri yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan usaha kerajinan/industri yang bersangkutan dan menjalankan usaha-usaha yang ada sangkut-pautnya secara langsung dengan usaha kerajinan/industri yang bersangkutan mulai dari produksi sampai pada pembelian/penjualan bersama hasil-hasil usaha kerajinan/industri yang bersangkutan.
e) Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari setiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan perkreditan serta menjalankan usaha khusus dalam lapangan perkreditan yang menggiatkan anggota-anggotanya serta masyarakat untuk menyimpan secara teratur dan memberi pinjaman kepada anggota-anggotanya untuk tujuan yang bermanfaat dengan pemungutan uang-jasa serendah mungkin.

Bentuk Koperasi menurut PP No.60/1959:

a) Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggota orang-orang dan yang mempunyai sedikit-sedikitnya 25 orang anggota,biasanya ditumbuhkan di desa.
b) Koperasi Pusat adalah gabungan beberapa koperasi yang mempunyai sangkut-paut dalam usahanya serta beranggota sedikit- dikitnya 5 buah Koperasi Primer. Koperasi ini lazimnya berada di daerah tingkat II.
c) Gabungan Koperasi adalah gabungan dari beberapa Koperasi Pusat. Sering ditumbuhkan di daerah tingkat I.
d) Induk Koperasi adalah gabungan dari beberapa Gabungan Koperasi  Berada di ibu kota.
Peranan Koperasi Terhadap Perekonomian Indonesia
Koperasi serta usaha mikro, kecil dan menengah memiliki peran yang makin penting bagi perekonomian Indonesia di masa depan, terlepas dari makin globalnya perekonomian dunia.
Jika perekonomian nasional tidak memberi tempat untuk berkembangkan koperasi serta usaha mikro, kecil dan menengah maka upaya untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat akan terhambat. Oleh karena itu, lanjut dia, solusinya adalah makin ke depan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah makin dikembangkan ke seluruh tanah air. Sementara itu berdasarkan data Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada 2004 menunjukkan jumlah koperasi tercatat 130.730 unit dan meningkat menjadi 155.301 unit pada 2008. Sedangkan jumlah volume usaha dari Rp37,65 triliun pada 2004 menjadi Rp62,25 triliun pada 2008. Data survei BPS juga menunjukkan kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional. Koperasi disebutkan mampu mencapai angka 24,94 persen dalam penciptaan Nilai Tambah Bruto (NTB) dan 0,32-0,6 persen dalam penciptaan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).
Peran Koperasi dalam Sistem Perekonomian Indonesia
Koperasi sudah turut berperan dalam peningkatan perekonomian di Indonesia. Itu ditunjukkan dari kemampuan Koperasi mencapai angka 24,94% dalam penciptaan Nilai Tambah Bruto (NTB) dan 0,32-0,6 persen dalam penciptaan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Sistem ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan Negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.
Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 menjelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada  khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar
Dari isi kandungan Pasal diatas telah jelas bagaimana dan apa saja peran koperasi bagi ekonomi bangsa. Selain membangun kemampuan anggota untuk dapat survive menghadapi era global,koperasi juga menanamkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi di dalamnya. Asas ini sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki sifat gotong-royong serta mempelajari demokrasi secara benar dan bertanggung jawab.
Tapi jika dilihat pada perkembangannya akhir-akhir ini,banyak kalangan menyangsikan jika koperasi akan terus hidup dan menjadi Soko Guru. Selain karena banyaknya factor penghambat seperti:
1. Terjadinya korupsi di dalam tubuh organisasi koperasi
2. Kurangnya Infrastruktr pendukung bagi kemajuan koperasi
3. Tidak stabilnya iklim perekonomian Indonesia
4. Kurangnya jumlah penanam modal/anggota koperasi
5. Jumlah koperasi di Kota besar relative sedikit
6. Kurangnya kepercayaan dan minat masyarakat pada koperasi
Kurang seriusnya Pemerintah berperan dalam pembangunan koperasi juga turut andil dalam menurunnya kualitas dan kuantitas koperasi di Indonesia.

Sejarah Koperasi perikanan di Indonesia
            Kehadiran Koperasi Perikanan di Indonesia sebenarnya sudah lama. Jauh sebelum kemerdekaan RI. Perkumpulan nelayan yang bekerja dalam bentuk Koperasi diawali pada tahun 1912 di Tegal, kemudian berkembang di kresidenan Pekalongan, Cirebon dan Semarang yang secara berurutan sebagai berikut:
1.    Misoyo Mino di Tegal tahun 1912
2.    Sari di Sawo Jajar , Brebes tahun 1916
3.    Ngupoyo Mino di Batang tahun 1916
4.    Misoyo Sari di Tanjung Sari, Pemalang tahu 1919
5.    Mino Soyo di Wonokerto, Pekalongan tahun 1919
6.    Sumitra di Indramayu tahun 1919
7.    Misaya Mina di Eretan, Indramayu tahun 1927
8.    Ngupaya Mina di Dadap, Indramayu tahun 1930
9.    Ngupaya Sroyo di Bandengan, kendal tahun 1932
10.  Misoyo Ulam di Semarang tahun 1933 dan
11.  Pabelah Bumi Putera di Gebang Ilir, Cirebon tahin 1933 (Soewito.et,al.,2000)

            Berbagai Koperasi perikanan (nelayan) tersebut pada awalnya hanya menyelenggarakan jual beli ikan hasil tangkapan melalui pelelangan, kemudian berkembang dengan mengadakan usaha perkreditan untuk biaya penangkapan. Pungutan yanh diperoleh dari hasil lelang dipergunakan untuk ongkos administrasi, dana asuransi kecelakaan di laut, pembelian bahan perikanan, pembuatan perahu dan penolahan ikan secara tradisional (seperti pengasinan, pengeringan dan pemindangan). Dalam masa penduduk Jepang (1942-1945), semua organisasi nelayan itu dijadikan Kopersai Kumiai perikanan. Tugas utamanya adlah mengunpulkan dan menawetkan ikan tuntuk keperluan bala tentara jepang.
Setelah kemerdekaan RI, mulailah diadakan pembenahan organisasi Kopersai perikanan. Pada Kongres Koperasi perikanan Laut ke-1 tanggal 11 April 1947 di Magelang dibentukalah

            Gabungan Pusat Koperasi Perikanan Indonesaia (GPKPI) dengan tujuan :
1.    Meningkatkan taraf hidup nekayan yang layak sebagai wargan negara yang merdeka.
2.    Meningkatkan produksi peikanan laut untuk kepentingan bangsa Indonesia.

            Oleh karena GPKPI direstui oleh Departemen Perekonomian maka GPKPI merupakan organisai persatuan Koperasi yang pertam dan tertua di tanah air, yang meliputi seluruh wilayah RI. Selanjutnya, GPKPI oleh Departemen Pertanian ditetapkan sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili masyarakat nelayan seluruh Indonesia. Keanggotaan GPKPI terdiri dari seluruh Pusat Koperasi Perikanan Laut yang wilayah kerjanya masing-masing mencakup satu Karesidenan. Pada masa ini hirarki organisasi GPKPI terdiri dari tiga tingkat :
1.   Koperasi Peikanan Laut (KPL) primer tinglat Kabupaten
2.   Pusat Koperasi Perikanan Alut (PKPL) tingkat Kresidenan dan
3.   GPKPI tingkat nasional. Sehubungan dengan upaya Blenada untuk menjajah kembali Indonesia melalui Agresi I dan II (1946-1948), maka kinerja GPKPI yang sebelumnya baik menjadi menurun drastis.

Pada tahun 1059 setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, GPKPI mengadakan konsolidasi organisai. Kemudian, dalam rapat tahunan GPKPI yang juga dihadiri dan mendapat pengarahan Dari Bung hatta (sebagai Bapak Koperaasi Indonoesia) pada tahun 1951 di Semarang, organisasi disederhanakan menjadi dua tingkat saja :
1.   Koperasi Perikanan Laut (KPL) Primer
2.   Gabungan Koperasi Perikanan Indonesia(GPKI)

Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah NO.60/1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, organisasi berubah menjadi tiga tingkat lagi. Kemudian dalm Musyawarah Koperasi Perikanan Laut tahun 1962 di Cipanas, berubah menjadi empat tingkat yaitu :
1.   Koperasi Perikanan Laut(KPL) tingkat primer
2.   Pusat Koperasi Perikanan Laut (PKPL) tingkat Kabupaten
3.   Gabungan Koperasi Perikan Laut (GPKL) tingkat Provinsi dan
4.   Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI) tinglat Nasional

Untuk membina Koperasi perikanan pada tahun 1969 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Direktorat Jendral Koperasi dan Direktorat Jenderal perikann yang mengatur bahwa pembinaan manajemen dan organisasi Koperasi dilakukan oleh Jenderal Koperasi, sementara pembinaan teknis perikanan menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perikanan. Kemudian, dengan dikeluarkannya Undang-undang No.12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian dan kemudian instruksi Presiden NO.2/1997 tentang Pembentukan Koperasi Unit Desa (KUD), susunan organisai akhirnya berubah menjadi :
1.   KUD Mina (tingkat Kecamatan/Kabupaten/Kota)
2.   PUSKUD Mina(tingkat Provinsi) dan
3.   IKPI (tingkat Nasional)

Dalam Perkembangan selanjutnya , usaha budidaya ikan, penagkapan ikan di perairan umum, bersama usaha penangkapan di laut, dimaksudkan ke dalam KUD Mina. Ahli ini terlihat dari fungsi KUD Mina yang meliputi : bimbingan dan penyuluhan, peningkatan jumlah anggota pemupukan swadaya anggota nelayan dan petani ikan, dan penyiapan tenaga pendidikan dan latihan bagi nelayan dan petani ikan. Semuanya dalam kesatuan organisai Koperasi nelayan/petani ikan. Namun sayang, pelaksanaannya di lapangan kurang konsisten. Meskipun kinerja sudah bekerja secara optimal seperti yang diharapakan . Kebanyakan koperasi perikanan belum mampu memberi manfaat ekonomi atau kesejahteraan bagi para anggotanya.

SUMBER


Jumat, 06 April 2018

BEBERAPA JENIS IKAN PATIN UNGGUL DI INDONESIA



Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman  hayati, termasuk sumber genetik ikan patin, memiliki kepentingan untuk menggali , memanfaatkan, dan melestarikan komoditas.  Instrumen yang penting dipahami sebagai dasar budi daya dan pengolahan ikan patin antara alin daerah asal dan penyebaran ikan patin, klasifikasi dan morfologi, jenis dan strain unggul.
1.       Daerah asal dan Penyebaran
Sebagian kalangan menyebutkan bahwa ikan patin berasal dari perairan air tawar kawasan Asia Tenggara.  Habitat ikan patin terdapat di sunggai-sungai dan muara sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar .  Sementara itu, sumber lain menyatakan bahwa , ikan patin jenis ikan konsumsi air tawar asli Indonesia.  Hal ini ditunjukan adanya jenis ikan patin jambal penghuni asli perairan Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.  Dalam perkembangan selanjutnya, kebanyakan spesies ikan patin terdapat di Thailand dan Indocina, tetapi penyebarannya meluas di kawasan Asia, seperti India, Pakistan, Burma, Indocina, Kamboja, Myanmar, Laos, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.
Di Indonesia, penyebaran geografis ikan patin cukup luas hampir mencakup seluruh wilayah.  Secara alami, ikan ini banyak ditemukan  di sungai-sungai besar dan berair tenang di Sumatera, seperti Sungai Way Rarem, Musi, Batanghari, dan Indragiri.  Sungai-sungai lainnya di Jawa, seperti Sungai Brantas dan Bengawan.  Bahkan, ikan ini juga dijumpai di sungai-sungai besar di Kalimantan, seperti Sungai Kayan, Berau, Mahakam, Barito, Kahayan, dan Kapuas.  Pada umumnya,  ikan patin memang ditemukan di lokasi-lokasi  tertentu di bagian sungai, seperti lubuk (lembah sungai) yang dalam.

Pada tahun 1972, Indonesia mengintroduksi ikan patin siam dari Thailand.  Perhatian dan pengembangan budidaya ikan patin dimulai pada tahun 1980 melalui pemijahan ikan patin siam.  Pada tahun 1990, budidaya ikan patin mulai berkembang di Jawa Barat, Kalimantan, Lampung , dan Sumatera.  Pada Tahun 1996 dilakukan penelitian kerjasama dengan Uni Eropa.  Saat itu, spisies ikan patin jambal menjadi komoditas budidaya baru, sehingga pada tahun 1997 disosialisasikan pembudidayaan lebih lanjut.  Pada tahun 2006 dikenal ikan patin pasupati oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBAT) Sukamandi.  Ikan ini merupakan hasil persilangan antara ikan patin siam betina dengan ikan patin jambal jantan.
2.       Klasifikasi dan Morfologi
Kedudukan ikan patin dalam sistematika (taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum                                                  :  Chordata
Subfilum                                           :  Vertebrata
Kelas                                                   :  Pisces
Subkelas                                           :  Teleostei
Ordo                                                   :  Ostarioplaysi
Subordo                                            :  Siluriodea
Famili                                                  :  Schilbeidae (Pangasidae)
Genus                                                :  Pangasius
Spesies                                              :  Pangasius pangasius Ham, Buch
Nama Inggris                                   :  Catfish
Nama Lokal                                      :  Ikan patin


Ikan patin termasuk ikan dasar.  Hal ini dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah.  Secara spesifik, berikut penampilan visual dan ciri-ciri morfologis ikan patin:
a.       Memiliki badan memanjang berwarna putih sepeti perak dengan punggung kebiru-biruan.
b.      Panjang tubuh mencapai 120 cm atau lebih.
c.       Kepala relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak bawah.
d.      Pada sudut mulut terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.
e.      Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil bergigi.
f.        Tidak memiliki sisik.
g.       Sirip duburnya panjang, terdiri atas 30 – 33 jari-jari lunak.
h.      Sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak.
i.         Sirip dada memiliki 12 – 13 jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.
3.       Jenis Unggul
Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai keluarga Pangasidae, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik atau sisik halus sekali, mulut kecil dengan 2 – 4 pasang sungut peraba, terdapat patil pada sirip punggung dan sirip dadanya, serta sirip duburnya panjang dimulai dari belakang hingga pangkal sirip ekor.
Cukup banyak kerabat dekat ikan patin di Indonesia, diantaranya muncung (Helicophagus waandersii – daerah sebaran di Sumatra dan Kalimantan Timur), lawang (Pangasius niewenhuisi – Jawa, Sumatera, dan Kalimantan), juaro (Pangasius polyuranodon – Sumatra dan Kalimantan), patin (Pangasius nasutus – Jawa dan Kalimantan), jambal (Pangasius jambal – Jawa, Sumatra dan Kalimantan), wakal (Pangasius micronema – Jawa dan Kalimantan), riu atau rioscaring, lancang, rios (Pangasius macronema – Kalimantan Barat), patin (Pangasius humeralis – Kalimantan Barat), dan patin (Pangasius lithostoma – Kalimantan).  Dari keragaman sumber genetik, baru beberapa jenis di antaranya yang dapat diidentifikasi karakteristiknya.
Berikut spesifikasi beberapa jenis ikan patin di Indonesia :
a.      Pangasius polyuranodon
Jenis ini dikenal dengan sebutan ikan juaro,  Karakteristik morfologis ikan ini memiliki tubuh berwarna putih seperti mutiara dengan punggung kehitam-hitaman.  Bentuk tubuh tinggi dengan sirip punggung terdapat tujuh jari-jari lunak dan dua buah jari-jari keras yang salah satu diantaranya menjadi senjata yang disebut patil.  Sirip lemak kecil pada pada punggung, sementara sirip ekornya bercagak simetris.  Sirip duburnya panjang dan memiliki 35 – 40 jari-jari lunak.  Sirip perut memiliki enam buah jari-jari lunak, sedangkan sirip dada memiliki  12 – 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang sangat kuat sekaligus berfungsi sebagai patil.
Di dekat lubang hidung terdapat sungut peraba dari rahang atas yang berpangkal si sudut mulut dan ujungnya sampai di pangkal sirip dada.  Sungut peraba pada rahang bawah berukuran pendek.  Panjang tubuh ikan patin ini dapat mencapai 50 cm, hidupnya di sungai-sungai.  Penyebaran ikan patin juaro antara lain mencakup perairan tawar Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Thailand.
b.      Pangasius macronema
Jenis patin ini memiliki sungut yang lebih panjang daripada kepala.  Gigi veromine terpisah-pisah, terdapat 37 – 45 sisir saring tipis pada lengkung insang pertama.  Garis ditengah badan dan pada perut jelas terpisah di awal sirip dada.  Penyebaran ikan ini meliputi daerah perairan tawar Jawa, Kalimantan, dan Indocina.
c.       Pangasius micronemus
Jenis patin ini memiliki gigi veromine terpisah atau bertemu di satu titik, matanya sangat besar (kira-kira seperempat panjang kepala), moncong berbentuk segi, cuping rahang bawah memanjang, dan tonjolan tulang lengan pada pangkal sirip dada sangat pendek.  Sungut rahang atas memanjang sampai pinggiran belakang mata atau melampauinya.  Terdapat 13 – 16 sisir saring pada lengkung insang pertama.  Ikan patin ini terdapat di perairan tawar Kepulauan Sunda dan Thailand.
d.      Pangasius nasutus
Ikan patin ini memiliki moncong runcing tajam dan sangat mencolok.  Matanya sangat kecil dan terletak di atas garis sudut mulut.  Jumlah jari-jari sirip dubur relatif sedikit.  Ketika mulutnya tertutup, gigi-gigi rahang atas akan terlihat.  Penyebaran ikan patin ini meliputi perairan tawar Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia.
e.       Pangasius nieuwenhuisii
Jenis patin ini memiliki gigi veromine dan palatine bersatu dalam bidang lebar.  Tonjolan tulang lengan pada pangkal sirip dada memanjang sampai dua per tiga atau tiga per empat jaraknya dari ujung sirip dada.  Moncongnya meruncing.  Penyebaran ikan patin ini meliputi perairan tawar Kalimantan Timur.
Berdasarkan sejarahnya, pada tahun 1993, ikan patin dimasukkan ke dalam genus Helicophagus dari famili Pangasidae.  Mulai saat itu, ikan patin dibagi menjadi empat subgenus, yaitu : Pangasianodon, Pteropangasius, Neopangasius, dan Pangasius.
Berikut rincian karakteristik masing-masing subgenus :
·         Kelompok Pangasianodon terdiri atas Pangasius gigas dan Pangasius hypophthalamus.  Kelompok ini mempunyai ciri-ciri tidak terdapat sungut mandibula, tidak ada gigi pada patin dewasa, dan adanya gelumbung renang berlobus tunggal.
·         Kelompok Pteropangasius terdiri atas Pangasius micronema dan Pangasius pleurotaenia.  Kelompok ini bercirikan empat lobus pada gelembung renang dengan beberapa segmen di lobus terakhir.
·         Kelompok Neopangasius, terdiri atas Pangasius nieuwenhuisii, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, dan Pangasius kinabatangganensis.  Kelompok ini mempunyai ciri-ciri susunan gigi atas berupa tonjolan tunggal yang besar dan jumlah tulang belakangnya yang banyak.
·         Kelompok Pangasius, terdiri atas tiga jenis atau strain, yaitu Pangasius pangasius, Pangasius djambal, dan Pangasius hypophtalamus sinonim P. Sutchi.  Tiap strain memiliki karakterstik tersendiri.
Selanjutnya, subgenus ikan patin digolongkan secara terpisah menjadi Pangasius gigas dan Pangasius hypophthalamus yang diklasifikasikan ke dalam genus Pangasianodon, sementara Pangasius micronemus dan Pangasius pleurotaenia diklasifikasikan ke dalam genus Pseudolais. 
Di Indonesia sendiri terdapat 3 jenis ikan patin, yaitu ikan patin lokal (Pangasius pangasius) atau sering disebut jambal (Pangasius djambal), ikan patin bangkok atau ikan patin siam (Pangasius hypophtalamus sinonim Pangasius sutchi), dan ikan patin pasupati.
a.       Patin Jambal
Ikan patin jambal (Pangasius djambal Bleeker) sering disebut ikan patin jendil.  Ikan ini asli perairan Indonesia yang tersebar di sungai-sungai besar Kalimantan, Sumatra, dan Jawa.  Ikan ini memiliki sungut rahang atas jauh lebih panjang dari setengah panjang kepala dan hidung sedikit menonjol ke muka serta mata agak ke bawah. 
Keunggulan ikan patin jambal antara lain dagingnya berwarna putih (white meat) dan tidak berserat, sehingga cocok untuk ekspor ke Amerika Serikat. Uni Eropa, dan Asia.  Sementara itu, kelemahannya adalah induk terbatas, fekunditas dan daya toleransi terhadap lingkungan relatif rendah.  Pemijahan ikan patin jambal masih terbatas di lingkungan Balai Benih Ikan (BBI) yang dikelola pemerintah.
b.      Ikan Patin Siam
Ikan patin siam sering disebut ikan patin Bangkok.  Ikan ini diintroduksi dari Bangkok (Thailand) pada tahun 1972.  Ciri khas ikan patin siam memiliki punggung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor.  Ikan ini mulai dipijahkan di Indonesia pada tahun 1980, kemudian dibudidayakan mulai tahun 1990 di Jawa Barat, Kalimantan, Lampung, dan Sumatra.
Keunggulan ikan patin siam antara lain pertumbuhannya cepat (bongsor) mencapai 7 gram perhari, daya produksinya tinggi, dan daya tahan yang tinggi terhadap berbagai kondisi perairan tawar.  Kelemahan ikan patin siam antara lain dagingnya berwarna kuning kemerahan, sehingga belum memenuhi standar ekspor.
c.       Ikan Patin Pasupati
Ikan patin pasupati termasuk ikan asli Indonesia.  Nama pasupati adalah akronim dari “patin super harapan pertiwi”.  Ikan ini merupakan hasil persilangan (hibrida) antara siam betina dan jambal jantan.  Keunggulan ikan patin ini antara lain memiliki daging berwarna putih, kadar lemak relatif rendah, laju pertubuhan badan relatif cepat, dan jumlah telur relatif banyak (100.000 butir/kg).
Demikian, jenis-jenis ikan patin yang cukup merwarnai perairan di Indonesia.  Budidaya ikan patin dari ikan jenis air tawar ini terus banyak dilakukan, karena ikan ini cukup digemari masyarakat.  Ikan ini cukup banyak dicari orang sebagai kuliner andalan.
Sumber :
Rukmana, Rahmat dan Yudirachman, Herdi.  2016.  Sukses Budi Daya Ikan Patin Secara Intensif.  Lily Publisher.  Yogyakarta.